Sunday, February 28, 2010

sejak kemarin sore

Assalamu’alaikum. Ibu apa kabar disana, di alam kubur. Bagaimana pencahayaannya, apakah ada yang menemani mu? Tentu ada, amal sholeh yang kau kerjakan selama hidupmu. Tapi adakah sebagian cahaya itu berasal dari amal yang ku kerjakan sampai aku hidup detik ini? Amal yang takkan pernah putus, amal jariyah, doa seorang anak sholehah kepada kedua orangtuanya. Semoga ada kontrIbusiku terhadap ketenanganmu di alam kubur. Amin. Ibu, kini aku 19 tahun, dan baru sekarang menyadari bahwa aku sudah cukup tua untuk bersikap seperti anak kecil kepada Ayah. Tentu kau merasa sedih disana , melihat pertengkaran kami. Atau lebih tepatnya kau sedih karena keegoisanku dan ketidakpengertiaanku terhadap keadaannya, keadaan Ayah. Ibu, hari ini aku ingin menelpon Ayah, mengatakan kepadanya bahwa aku sangat mencintanya karena selama ini aku tidak benar-benar katakan betapa aku mencintainya. Ibu, sejak kemarin sore aku merasakan betapa aku begitu durhaka terhadap Allah, Engkau, dan Ayah. Begitu banyak orang yang ku zalimi hatinya dan badannya. Dan mengetahui dan menyadari akan hal itu, begitu menyakitkan bagiku dan aku ingin memperbaiki semua itu. Sejak kemarin sore, aku mulai memperbaikinya, mulai dari Penciptaku, Maha Besar Allah yang selalu Mengasihi dan Menyayangi hambaNya. Semoga Allah mengampuniku setelah segala perbuatanku, ketika aku berkhianat, dan mulai khilaf. Semoga Allah maafkan aku. Mulai dari kemarin sore aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Mu. Ya Allah, semoga ini tidak sesaat tidak hanya bertahan sampai sore ini atau tidak pula setelah aku menyelesaikan catatan ini. Allah, kuatkan aku, sadarkan aku ketika aku mulai mencintai yang lain, hedonisme misalnya. Ya Allah, ampuni semua dosa-dosa Ibuku, Ayahku, sayangi mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil.

Ibu, sejak kemarin sore pun, salah, sejak saat kau meninggalkan kami, aku selalu teringat padamu, kau selalu ada dihati ini dan takkkan terganti oleh siapapun dan apapun. Semoga Allah menerangi dan melapangkan kuburmu. Amin. Aku sangat berharap ketika aku berdoa, Allah benar-benar mengabulkan permintaanku yang satu ini, semoga Allah mempertemukan kita di surgaNya. Aku ingin sekali bertemu kembali dengan mu, seperti terakhir kali kita bertemu. Aku sangat merindumu Ibu. Maafkan aku atas semua kesalahan dan kedurhakaanku terhadapmu. Perasaan yang selama ini terus melekat di hati ini, seperti parasit, takkan lama lagi dia akan menjadi bagian diriku, seperti organ yang tak bernama, menjangkitiku sampi aku mati. Aku tidak benar-benar ikhlas melepasmu. Kesalahan ini, begitu pening aku memikirkan, bagaimana menghapus perasaan ini. Aku minta kepada Allah semoga Ia menguatkanku akan hal ini. Dan Ibu, adakah hal lain yang ingin kau minta, aku ingin memenuhi keinginanmu. Karena begitu banyak yang kuminta, aku seorang peminta-minta Ibu, begitu miskinnya aku, hingga jatuh meminta, tersungkur patuh, bagai kucing mengeong gaduh menahan lapar. Allah, kasihanilah aku. Ampunilah aku Allah. Ibu aku begitu merindukanmu. Bisakah Allah, Engkau menghadirkannya dalam mimpiku, aku ingin melihatnya. Begitu tak terbendung rasa rindu ini kepadanya. Apakah kau juga meridukan aku Ibu? Aku rindu Ibu

Dan Ayah, apa kabarmu? Lama kita tak saling menyapa, begitu sakit dan terluka kah hatimu terhadap perkataan dan perbuatanku? Terhadap perkataan, pernyataan bahwa aku tak ingin dianggap anak lagi olehmu dan aku tidak ingin punya Ayah sepertimu. Hal yang sama yang aku tuliskan dalam catatan hariaanku tentang Ibu. Aku pernah berharap ia menghilang didunia ini karena aku begitu kesalnya padanya, lebih baik aku tidak mempunyai Ibu, daripada memiliki Ibu yang buruk seperti dia. Sedih hatiku mengingat dan membaca ulang tulisan itu. Aku tak ingin kau pergi dari ku. Ayah, mataku mulai memanas, Ayah..begitu menyedihkannya aku, bukan? Dan begitu kasihan kalian, melahirkan dan membesarkan anak yang tidak tahu berterimakasih. Menyesalkah? Kalian memberikan kesempatan kepadaku untuk dirawat oleh kalian, Ibu, Ayah? Aku begitu menyedihkan. Maaf, maaf nian.. aku tak bermaksud seperti itu, begitu bodohnya aku tak belajar dari yang lalu. Ayah sudikah benara-benar memaafkan aku? Aku merasa begitu buruk saat ini. Merasa kesepian. Sebenarnya, aku berulang kali menyadari bahwa engkaulah satu-satunya yang tertinggal, satu-satunya yang seharusnya ku jadikan motivasi hidupku, memberikan dan Allah memberikan kesempatan untuk berbakti dan membayar kedurhakaan terhadap Ibu dengan membuatmu bahagia . Dan berulang kali juga aku menyakinkan diriku bahwa aku bisa hidup tanpamu. Aku telah melewati 3 tahun tanpamu, dan aku pikir aku bisa. Tapi aku tak bisa Ayah. Aku ingin pulang, aku menyesal. Terakhir kali aku pulang, setelah pertengkaran hebat kita, aku mengacuhkanmu, memberikan tatapan kebencian kepadamu. Aku begitu menyesal. Lihatlah Ayah, begitu banyak penyesalan yang aku rasakan, ternyata benar sama banyaknya dengan kebodohan yang ku lakukan untuk menyakiti hati orang yang aku sayangi. Maaf Ayah. Aku benar-benar ingin pulang dan aku ingin menelponmu setelah menyelesaikan catatan ini. Aku berjanji, takkan egois, dan tak pengertian terhadap keadaanmu. Aku akan selalu mengabarimu. Aku akan menjagamu Ayah. Maaf Ayah, rinduku terhadap Ibu sama besarnya terhadapmu. Aku mencintai kalian, Ibu, Ayah. Love you all..so much. I miss you and sorry for everythings I’ve done that might be hurt you much.

No comments:

Post a Comment